18 September 2008

Pepesan Kosong Di Negeri (Maaf : Seperti) Keledai


Roda pemerintahan terus berputar, pemimpin negara dan pemerintahan-pun berganti, namun para penipu tetap saja tak jera-jera melakukan aksinya. Sasaran merekapun tidak tanggung-tanggung yakni Istana.

Paling tidak semenjak Republik Indonesia merdeka hingga saat ini sudah terdapat 6 kasus menggelitik sekaligus memalukan yang berkaitan dengan penghuni istana, yaitu :
1. Presiden Soekarno berhasil diperdaya tukang becak dan pelacur yang mengaku sebagai Raja Idrus dan Ratu Markonah dari Suku Anak Dalam di Pulau Sumatera.
2. Wapres era Soeharto, Adam Malik dibodohi Cut Zahara Fona, perempuan tak lulus SD yang mengaku janin di perutnya bisa mengaji (padahal terdapat tape recorder yang disembunyikan dibalik bajunya).
3. Presiden Abdulrahman Wahid (Gus Dur), ada seorang Soewondo, yang berprofesi sebagai tukang pijat Gus Dur dan berhasil membobol Rp 35 miliar uang Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan Badan Urusan Logistik (Yanatera Bulog).
4. Presiden Megawati, Menteri Agama pada saat itu Said Agil Al-Munawar terkena skandal penggalian situs Batutulis di Bogor.
5. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), geger soal blue energy. Sang penemu blue energy, Joko Suprapto, yang tidak memiliki latar belakang penelitian yang jelas disebut sebagai penipu oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) dan saat ini sedang dalam proses hukum. (diolah dari detikcom).
6. Dan yang sekarang sedang hangat-hangatnya adalah kasus padi dengan nama bibit/varietas Supertoy-HL2.

Mengapa hal itu bisa terjadi…. Mengapa Istana bisa dipecundangi para penipu? Apa yang salah?

Sejarahwan Universitas Indonesia (UI) Anhar Gonggong menganalisa, kasus penipuan dengan korban Istana umumnya disebabkan oleh 3 hal, yang pertama muncul saat Indonesia sedang mengalami krisis, kedua yaitu lemahnya aturan keprotokoleran Istana serta yang ketiga lemahnya koordinasi antar departemen. Selain itu Pengamat politik dari Universitas Paramadina Bima Arya Sugiarto menambahkan bahwa pemerintahan SBY sebaiknya mengadopsi sistem kepresidenan Amerika Serikat (AS), dimana terdapat kelompok ”West Wing” yakni para ahli yang bertugas menyaring informasi, sebelum masuk ke Ruang Oval (ruangan Presiden AS).

Seiring dengan dua pendapat para pakar tersebut, apabila kita menilik ke negara kita, sesungguhnya sistem yang ada sekarang sudah cukup baik, namun masalahnya adalah pada persoalan kapabilitas dan profesionalisme orang-orang yang berada pada “west wing” dimaksud.

Sebagai gambaran, menurut berita yang pernah dirilis Harian Kompas awal tahun 2006, bahwa terdapat lingkaran orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan Presiden SBY. Yang pertama sudah jelas dan pasti adalah istri dan keluarga SBY. Pada posisi selanjutnya diduduki oleh Menseskab Sudi Silalahi (yang menurut informasi hampir 24 jam tiap harinya berada di dekat Presiden SBY).

Setelah Sudi, pada tingkatan berikutnya adalah dua orang juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng dan Dino Patti Djalal, Kurdi Mustofa, Heru Lelono (HL), Irvan Edison, Sardan Marbun, dan Yenny Zannuba Wahid. Nah, hanya nama terakhir ini saja yang tidak begitu aktif melaksanakan tugasnya sebagai staf khusus.

Diantara sekian nama orang-orang yang termasuk kategori “ring 1” tersebut, terdapat nama-nama yang kerap “berulah dan tersandung” yaitu Sudi Silalahi dan HL. Sudi Silalahi tersandung dengan kasus dugaan intervensi penunjukan PT Sun Hoo Engineering sebagai pelaksana rencana pembangunan Gedung KBRI di Seoul, Korea Selatan. Sedangkan untuk HL “prestasi kasusnya” lebih banyak lagi, yang mencolok adalah kasus blue energy dan padi Supertoy-HL2.

Sesungguhnya kedekatan HL dengan SBY dimulai sejak berakhirnya Kongres PDI Perjuangan tahun 2000, HL kemudian aktif mempromosikan SBY sebagai RI 2 mendampingi Megawati Soekarnoputri. Namun, usaha itu gagal lantaran ada konstelasi politik tingkat tinggi. Konstelasi politik berhadapan dengan Gus Dur bersama kelompok poros tengah. Pada akhirnya, Megawati kemudian memilih Hamzah Haz sebagai wakil presiden untuk meredam kekuatan poros tengah.

Walaupun demikian HL tak menyerah, ibarat motto salah satu OKP, sekali layar terkembang, surut kita berpantang. Sekalipun telah gagal menghantarkan SBY menjadi RI 2, Keinginannya pun lantas berubah, menginginkan SBY untuk dijadikan sebagai orang nomor satu di negeri ini, dengan cara menggagas terbentuknya Gerakan Indonesia Bersatu (GIB) sebagai think-thank persiapan SBY meraih kekuasaan hingga akhirnya SBY sukses menjadi Presiden RI yang ke-6.

Mungkin karena telah dianggap berjasa, SBY kemudian mengangkat HL sebagai Staf Khusus bidang Otonomi Daerah. Diluar tugas kenegaraannya, HL juga Komisaris di PT Sarana Harapan Indo Grup, yang membawahi sejumlah perusahaan seperti PT Sarana Harapan Indihydro (promotor blue energy) PT Sarana Harapan Indopangan (promoter dan penyedia bibit padi Supertoy HL 2) dan PT Sarana Harapan Indopower yang bergerak di bidang energi.

Blue energy atau Jodhipati menurut “penciptanya” Djoko Suprapto, adalah suatu pembangkit listrik dengan menggunakan air sebagai sumber tenaga utamanya. Direncanakan bahwa Blue energy akan “dipresesentasikan” di hadapan Presiden SBY 18 Mei 2008 yang lalu dan akan “dipamerkan” pada tanggal 17 Agustus 2008. Namun … kasus ini kenudian merebak setelah pada saat akan menunjukan penemuannya mengubah air menjadi bahan bakar, tiba-tiba Djoko Suprapto lenyap dari peredaran sampai akhirnya diketahui ia dalam keadaan “sakit”.

Sejak saat itu rencana untuk “mempresentasikan” pembangkit listrik itu tidak pernah terwujud hingga tersiar kabar Djoko Suprapto telah diadukan oleh UMY Yogyakarta atas kasus penipuan dan berbagai kasus penipuan lainnya.

Selain kasus blue energy, HL juga terlibat sebagai calo padi yang gagal. Ia dan perusahaannya mengklaim telah berhasil menemukan bibit padi dengan varietas yang paling mantap, yaitu menghasilkan 13 ton gabah/ha serta akan menghasilkan panen sebanyak 3 kali hanya cukup dengan 1 kali tanam. Setelah ditebas pada panen pertama, sisa tebasannya akan tumbuh lagi menjadi bulir-bulir padi yang nantinya siap panen lagi. Demikian seterusnya hingga sebanyak 3 kali panen.

Tetapi yang menjadi faktanya, pada panen kedua, ternyata padi tersebut tak ada isinya. Alhasil bibit padi yang ditanam oleh petani di Desa Grabag, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, mengalami puso (kopong). Petani marah, mencabuti bibit padi yang gagal panen dan membakarnya serta menuntut ganti rugi kepada PT Sarana Harapan Indopangan sebesar Rp 1,6 milyar.

Seakan tak pernah kehabisan akal, HL berkilah dan cuci tangan dengan menyatakan bahwa "Presiden meminta kepada Departemen Pertanian agar penelitian tersebut dilanjutkan hingga betul-betul teruji hingga mendapatkan sertifikasi," pungkasnya. Semoga saja statemen ini tidak hanya berupa bualan semata……Nama bibit padi yang menghebohkan itu adalah Supertoy-HL2, yang konon merupakan akronim dari Supriyadi Toyong - sang pembuat bibit (Supertoy) dan Heru Lelono (HL).

Dari beberapa contoh kasus di atas, nampak jelas bahwa SBY adalah termasuk kategori orang yang mudah percaya kepada orang dekatnya, yang justru dimanfaatkan oleh orang dekat yang in-amanah tersebut.

SBY seharusnya bijak, beliau bisa mempertanyakan terlebih dahulu kepada Menteri Pertanian, apakah kira-kira bibit/varietas itu telah benar-benar telah diuji dan untuk selanjutnya disertifikasi. SBY benar-benar kebobolan, apapun yang terjadi, menurut saya SBY tidak jeli dan turut mempromosikan sesuatu yang tidak jelas kepada publik, dan secara lebih ekstrim lagi hal ini dapat dikategorikan sebagai pembohongan publik.

“Reality show” ini juga tidak terlepas dengan masalah kepercayaan (trust). Pada banyak kasus yang diungkap diatas, sekilas terlihat bahwa masalah kepercayaan adalah persoalan yang sederhana, padahal sesungguhnya masalah ini cukup kompleks, karena bersangkutan dengan reputasi negara dan pemimpinnya.

Bagi para profesional public relations, kepercayaan adalah asset yang harus dijaga, dan membangun kepercayaan adalah proses penting. Dari sisi pemasaran, kepercayaan merupakan sesuatu yang mutlak ada karena kepercayaan adalah fondamen dari pemasaran.

Sebagaimana yang pernah dirilis oleh afa.co.id, ibarat suatu corporate, hubungan dalam pemasaran mensyaratkan adanya kepercayaan. Artinya, tanpa kepercayaan berarti tidak akan terjadi suatu hubungan. Bahkan lebih jauh lagi, kepercayaan adalah alat pemasaran sehingga dapat tercipta komunikasi dua arah yang pada gilirannya akan menjamin pelayanan serta terlaksananya standar organisasi yang tinggi.

Sebagai lawan dari kepercayaan adalah ketidakpercayaan. Suatu ketidakpercayaan bisa terjadi jika suatu pihak tidak melaksanakan komitmennya terhadap pihak lain. Konsekuensinya, kepercayaan yang sudah diberikan akan berubah drastis menjadi ketidakpercayaan. Dengan sendirinya, hubungan kedua belah pihak akan memburuk (walaupun telah dipecundangi oleh HL ironisnya SBY tidak bergeming terhadap hal ini). Hal yang menarik adalah bahwa kepercayaan dan ketidakpercayaan bisa muncul pada saat yang sama dalam suatu hubungan kerja.

Katakanlah jika klien memberikan job kepada suatu konsultan, tentu saja atas dasar kepercayaan. Dalam konteks tersebut kepercayaan tersebut bisa muncul karena reputasi yang baik dari konsultan. Informasi yang diperoleh klien melalui berbagai sumber menjadi pertimbangan dalam menunjuk konsultan tersebut. Tentu saja klien memiliki harapan dan menetapkan sasaran serta batasan waktunya. Kepercayaan akan terjaga terus jika kualitas pekerjaan dari konsultan memang tinggi. Selain itu, dengan tercapainya sasaran sesuai dengan batasan waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak akan mempertahankan kepercayaaan tersebut. Artinya, terjadi hubungan yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak.

Namun, keadaan sebaliknya bisa terjadi dengan munculnya ketidakpercayaan karena pihak konsultan tidak menjaga janjinya. Rusaknya hubungan ini bisa terjadi karena berbagai alasan yang antara lain dalam kualitas pekerjaan dan tidak tercapainya sasaran. Sementara itu, ketidakpercayaan bisa terjadi dari pihak klien sendiri. Klien boleh jadi tidak menjaga komitmennya yang antara lain dalam soal waktu pembayaran atau tidak adanya dukungan penuh dalam implementasi pekerjaan.

Merujuk pada contoh-contoh di atas, menjaga kepercayaan merupakan tantangan yang berat. Oleh karena itu, hendaknya dalam memulai hubungan kerja harus dimulai dengan keberhati-hatian. Membuat kesepakatan hendaknya berdasarkan kemampuan dan melihat realita. Memberikan janji tanpa dasar sama saja dengan memupuk ketidakpercayaan. Walau begitu, seketika kontrak sosial sudah disetujui kedua belah pihak, maka kepercayaan harus dijaga oleh semua pihak terkait.

Berfikir tanpa adanya penalaran adalah tak ubahnya bagaikan seekor harimau yang terkecoh oleh kancil yang cerdik. Berfikir secara asal akan mengakibatkan sesuatu yang fatal bagi kehidupan kita (Soefandy, 2004). Seharusnya SBY berfikir nalar, dengan tepat dan jitu. Berfikir secara nalar adalah melihat diri sendiri, berfikir tentang akibat dan menarik kesimpulan, tidak berfikir dengan emosi.

Kini sejarah mencatat, Heru Lelono selain gagal menduetkan SBY dengan Megawati tahun 200 lalu, gagal pula menyukseskan proyek Blue Energy dan proyek benih padi Supertoy. Kasus Blue Energy dan bibit padi Supertoy merupakan kesalahan fatal yang dilakukan staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan kasus ini makin membuat citra SBY terpuruk. Sebagai Presiden, SBY tentu tak bisa lepas dari kesalahan tersebut. Banyak orang mulai khawatir: di lingkar pertama SBY ada orang-orang yang gampang ditipu! Bagaimana dengan kebijakan lain...seperti kontrak kerja sama Indonesia dengan Investor asing (PMA) seperti Freeport, Mobil Oil, Tangguh dll ??? Atau jangan-jangan ada konspirasi terselubung dibalik itu semua?

Saya jadi teringat dengan kisah dalam buku maling republik. Pada salah satu bagian buku tersebut mengisahkan tentang kisah penghianatan yang sebelumnya berjalan seiring ”menohok kawan seiring”. Disaat bangsa Indonesia berjuang untuk mengusir penjajahan Belanda, Muso melakukan pemberontakan di Madiun. Mungkin HL serupa dengan buku tersebut. Selanjutnya, apabila melihat track record HL yang dengan mudahnya menjadi kutu loncat, dari Tim Sukses MSP menjadi Tim Sukses SBY...tidak menutup kemungkinan.....bahwa di dalam politik tidak ada yang abadi... kecuali kepentingan.

Untuk menghindari preseden buruk di masa datang. Presiden SBY seharusnya menindak tegas dan mencopot Heru Lelono sebagai staf khususnya. Kalau tidak, kita ibarat keledai, yang dengan senang hati bersedia jatuh dua kali di lubang yang sama!!!

Tiada gading yang tak retak ....

15 komentar:

  1. Sungguh memalukan bila ini memang benar terjadi. Fenomena alam apa ini sampai-sampai "memaccak" air di dulang kena muka sendiri.

    Kita perlu belajar lagi untuk menggunakan akal dan fikiran agar tidak ketipu lagi seperti syair lagu "cukup satu kali kehilangan tongkat" karya H.Rhoma Irama

    BalasHapus
  2. Dua kata yang bisa saya kasih untuk SBY ("derita looo")
    ini gambarannya apa kita bisa mempercayai dia lagi untuk memimpin rakyat indonesia 5 tahun kedepan?????!!!! "engak deh"

    BalasHapus
  3. Wah ini "kita banget"
    Negeri ini seperti orang yang tidak punya identitas diri. Kita lebih senang dengan hal yang instant seperti : boneka super (terjemahan supertoy he.he)yaa.. namanya aja sdh boneka kan utk mainan.
    Tp bukan itu maksudnya. Kita senang dengan hal instant, dengan kata-kata: "kayanya bagus nih", "kayanya ini sudah sempurna". Padahal orang Barat membutuhkan bertahun-tahun untuk suatu prestasi dan hasil yang layak, perlu waktu untuk diuji, perlu waktu untuk disosialisasikan, perlu waktu untuk dikomentari. Baru setelah matang diterapkan. Saya pikir selain masalah kepercayaan ada "miss-link" yang sangat fatal karena Pak Presiden tidak meminta klarifikasi instansi berwenang. Karena ada Departemen yang notabene menterinya adalah "pembantu" Presiden.

    Mari kita tambah tingkat kesabaran kita karena sesuatu yang besar butuh proses. Negara kita lebih senang impor mobil daripada belajar buat mobil, samoai jarum jahit pun diimpor..

    Untuk motor saja kita masih belum bisa buat. alangkah naifnya sebagai sebuah bangsa yang besar..

    Kedepan kita butuh pemimpin dengan kriteria utama:
    Berani, amanah dan kreatif

    Saya sebutkan berani duluan karena berani berkaitan dengan ketegasan, pemimpin bangsa yang besar harus TEGAS, harus cepat mengambil keputusan, selain harus amanah dan kreatif karena kita hanya senang dengan mie "instant"

    Arie Wijaya
    palembang SUMSEL
    www.bukitsangkal.kampungdigital.com

    BalasHapus
  4. yaa.. ga sepenuhnya salah yang bersangkutan sih.. walaupun ga bisa juga mengelak bahwa mereka telah 'dibodohi'..
    Sangat disayangkan memang hal ini bisa menimpa orang-orang sekelas mereka.. yang pasti ini harusnya menjadi pembelajaran bagi kita, dan penulis sudah cukup kritis untuk itu.. lanjutkan perjuangan Mang!

    BalasHapus
  5. hajuh....................
    iya bang camat....

    kek nya knal nih ma awak...

    hehehehehehehhe................

    BalasHapus
  6. Terima kasih atas artikel yang sudah dibagi, artikelnya sangat jelas sekali sehingga mudah paham apa maksud dan tujuannya.

    BalasHapus

Saya sangat berterima kasih bila teman berkunjung dan meninggalkan komentar. Yakinlah teman, saya "pasti" akan melakukan hal yang sama, karena hidup akan semakin indah, jika kita saling memberi dan menerima.